ISTANA BUMI SALAMAT MARTAPURA

Senin, 01 Oktober 2012

Syahidin Penghulu Haji Rasyid


(lahir : 1815, kampung Telaga Itar, Kelua, Tabalong. Wafat : Banua Lawas, Tabalong 15 Desember 1861).

Penghulu Rasyid adalah salah seorang diantara sejumlah ulama Islam yang bangkit bergerak berjuang mengangkat senjata melawan penjajah Belanda dalam Perang Banjar dibawah kepemimpinan Sultan Hidayatullah Al-Watsiqubillah. Ayah dari Penghulu Haji Rasyid bernama Ma'ali adalah penduduk kampung Telaga Itar. Penghulu Haji Rasyid diperkirakan lahir sekitar tahun 1815. Pada waktu terjadi Perang Banjar dan perjuangan yang menghangat di seluruh wilayah Banua Lima tahun 1859 sampai tahun 1862, Rasyid berumur 50 tahun, sejak kecil ia mempunyai ciri-ciri kepemimpinan dan mempunyai kepribadian yang tinggi. Pengetahuan agama Islam yang dimilikinya disertai dengan amaliah yang kuat, maka Haji Rasyid dijadikan sebagai pemimpin agama dengan sebutan Penghulu, maka selanjutnya ia dikenal sebagai Penghulu Haji Rasyid.

Sebagai seorang pimpinan agama Penghulu Haji Rasyid tergerak hatinya untuk patriotismenya untuk membela negara Kesultanan Banjar yang dijajah Belanda. Penghulu Rasyid dan para ulama lainnya mengorbankan semangat juang, sebagai gerakan Baratib Baamal. Gerakan Baratib Baamal ini meliputi hampir seluruh Banua Lima dengan pusat kegiatan di masjid dan langgar (surau).

Pertempuran Banua Lawas

Pimpinan Baratib Baamal pimpinan Penghulu Haji Rasyid dan Haji Bador di Banua Lawas pertama kali terlibat dalam pertempuran menghadapi serdadu Belanda di Habang pada tanggal 8 Oktober 1861, pertempuran kedua di Krimiang dan yang ketiga pada tanggal 18 Oktober 1861 di Banua Lawas. Anak buah Haji Bador di Banua Lawas memusatkan kekuatannya di Masjid, jumlah ratusan orang. Sambil mengucapkan zikir dan parang di tangan mereka maju meyerbu sardadu Belanda tanpa ragu dan penuh keberanian. Setelah terjadi perang bergumul dan berhasil menewaskan 3 orang serdadu Belanda, Kapten Thelen mundur ke Kalua dan minta bantuan serdadu Belanda di Amuntai. Serdadu dari Amuntai datang menyerbu, tetapi setelah sampai di masjid Kalua, serdadu Belanda mendapat serangan gencar dengan tembakan senapan dan lila dari pengikut Haji Bador. Besok harinya terjadi lagi pertempuran di Banua Lawas. Pertempuran sengit ini mengakibatkan banyak jatuh korban. Tidak kurang dari 160 orang pengikut Haji Bador diantaranya tewas sebagai syuhada.

Pertempuran Banua Lawas 15 Desember 1861

Pertempuran terakhir di Banua Lawas terjadi pada 15 Desember 1861. Belanda mengepung Pasar Arba Banua Lawas dengan menggunakan kapal perang Van Os melalui Sungai Anyar. Serdadu dari Amuntai mengepung dari segala penjuru. Belanda menggunakan segala cara untuk menaklukkan dan melumpuhkan perjuangan Penghulu Haji Rasyid. Diantara cara itu adalah dengan mendatangkan pasukan Dayak Maanyan dari Tamiang Layang dibawah pimpinan Tumenggung Jailan yang bergelar Tumenggung Jaya Karti. Tumenggung Jailan ini terkenal berani seperti juga Suta Ono yang berjasa membantu Belanda untuk melumpuhkan perjuangan Pangeran Antasari.

Taktik lain adalah dengan memberi pengumumam kepada barang siapa yang berhasil memotong kepala Penghulu Haji Rasyid dengan imbalan hadiah f 1.000,- disamping pembebasan pajak 7 turunan. Kubu pertahanan Penghulu Abdul Rasyid dibumi hanguskan oleh Belanda. Banyak sekali korban berjatuhan gugur sebagai kesuma bangsa menjadi syuhada. Penghulu Haji Rasyid tumitnya kena tembak sehingga dia terpaksa menghindarkan diri dari medan pertempuran. Dalam persembunyiannya dia masih sempat membunuh beberapa orang serdadu Belanda dan pengikutnya yang tersesat. Tergiur hadiah f 1.000,-dan pembebasan pajak semalam 7 turunan, teman seperjuangan dan keluarganya sendiri Teja Kusuma menghianati perjuangan bangsanya dan memenggal kepala Penghulu Abdul Rasyid yang sudah tidak berdaya lagi. Puteri dari Penghulu Haji Rasyid sendiri membela kematian ayahnya dan berhasil menembak mati Teja Kusuma sehingga berhasil merebut kepala ayahnya yang hanya kepalanya saja. Tetapi setelah kepala tersebut diambilnya dia pingsan melihat ayahnya yang hanya kepalanya saja. Akhirnya Kepala Penghulu Haji Rasyid tersebut berhasil direbut oleh orang-orang yang menginginkan hadiah f 1.000,- dan menyerahkannya kepada Belanda. Jenazah Penghulu Haji Rasyid dimakamkan tanpa kepala di dekat Masjid Pasar Arba. Masjid ini termasuk yang tertua dan didirikan oleh Penghulu Haji Rasyid semasa hidupnya bersama 4 orang tokoh masyarakat saat itu masing-masing bernama Datuk Seri Panji, Datuk Langlang Buana dan Datuk Sari Negara.

Baratib Baamal

Pimpinan dari gerakan ini para ulama yang dikenal dengan sebutan Tuan Guru. Secara etimologis kata Baratib Baamal terdiri dari dua kata, yaitu baratib yang berarti berdzikir dan Baamal yaitu melakukan perbuatan atau berdoa untuk memohon kebaikan. Berdasarkan kenyataan aksi Baratib Baamal lebih cenderung dianggap sebagai khalwat dalam usaha memohon keselamatan untuk memerangi orang kafir.
Pengikut yang terdiri dari kaum muslimin berkumpul di masjid atau langgar dengan dipimpin oleh seorang ulama, yang disebut Tuan Guru. Jamaah ini bersama-sama membaca dzikir La ilaha illa Allah disertai kalimat puji-pujian dan seterusnya diucapkan sebagai berikut : 
La ilaha illa Allah, La ilaha illa Allah, 
dengan menadah tangan keatas, rezeki minta dimurahkan, bahaya minta dijauhkan, umur minta panjangkan serta iman. 
La ilaha illa Allah, tumat di Mekkah ke madinah, di situ tempat rasulullah. 
La ilaha illa Allah, tumat di Mekkah ke Madinah, di situ tempat Siti Fatimah. La ilaha illa Allah, hati yang siddiq, ya maulana, ya Muhammad Rasul Allah. 
La ilaha illa Allah, hati yang mu'min bait Allah. 
La ilaha illa Allah, Nabi Muhammad hamba Allah. 
La ilaha illa Allah, Muhammad sifat Allah. 
La ilaha illa Allah, Muhammad aulia Allah. 
La ilaha illa Allah, Muhammad Rasul Allah.
La ilaha illa Allah, maujud Allah
 


Pratek berzikir itu berlangsung lama, berhari-hari. Dalam kekhusyukannya mereka tenggelam dalam keasyikan mengingat Allah. Puji-pujian itu diucapkan berirama, mula-mula bernada rendah, makin lama makin tinggi, dan keras berupa jeritan yang histeris. Dalam situasi yang demikian mental perjuangan berhasil ditingkatkan sehingga mereka siap untuk menyerbu musuh tanpa menghiraukan resiko maut yang dihadapi. Jamaah zikir ini memakai seragam jubah putih kecuali pimpinanya Tuan Guru yang memakai jubah kuning. Pengaruh amaliah zikir ini sangat mendalam dan mempengaruhi jiwa raga manusia yang melakukannya. Sangat mungkin sekali jamaah Baratib Baamal ini adalah salah satu jenis Tarikat yang memang sudah lama berkembang dalam wilayah Kesultanan Banjar. Tarikat ini adalah Tarikat Naqsabandiyah.

Pelaksanaan Khalwat
Pelaksanaan khalwat tarikat ini dengan cara :
menyendiri atau berkelompok ditempat yang sunyi dan sepi
mengurangi nafsu makan / minum
membaca zikir
meninggalkan nafsu birahi
menjaga kesucian badan
pakaian serba putih
memotong rambut
mengurangi tidur
memperbanyak ibadah
taat terhadap petunjuk pimpinan/ulama (Tuan Guru)

Dengan cara praktik khalwat ini membawa orang senantiasa mengingat Allah, lidah, hati, perasaan, pandangan, penglihatan dan seluruh tubuhnya tidak yang lain kecuali Allah. Dalam perasaan itu dirinya sudah tidak ada lagi, dia sudah fana. Hal ini berarti bahwa telah mampu menyatukan dirinya dengan Allah, dalam bentuk tauhidul af'al, sifat dan zat. Pengaruh ajaran Syekh Abdul Hamid Abulung dengan aliran wahdatul wujud bukanlah yang tidak mungkin juga mempengaruhi gerakan Baratib Baamal ini karena ajaran ini membawa pikiran manusia dan dunia atau manusia dan Tuhan itu tidak terpisahkan menjadi satu, dalam kehidupan ruhani yang tinggi fana. Aliran wahdatul wujud memang sudah berkembang dalam wilayah kesultanan Banjar sejak abad ke-18.

Sabtu, 29 September 2012

Peristiwa Sungai Malang

Saya membaca tulisan ini berulang-ulang, terharu, bangga. hanya saya tidak bisa apa –apa selain mengirim Al-fatihah buat mereka, para Syuhada. Pasti mereka masih hidup seperti yang dijanjikan Allah dalam Al-Quran. Jasad kembali ketanah, tapi Ruh mereka…..ada, melihat kita, saya sangat yakin. Tulisan ini saya kutip dari buku “Perang Banjar” Karya Haji Gusti Mayur, S.H. buku dicetak tahun1979 dengan penerbit CV.RAPI.

Peristiwa Sungai Malang.

Sejak Amuntai diduduki oleh Belanda pada bulan Februari 1860, maka sejak itu tidak henti2nya usaha rakyat mengadakan gangguan2 terhadap tentara Belanda. Pencegatan2, penembakan2, pengamokan sering terjadi. Perundingan2 rahasia diadakan untuk memukul melemahkan kedudukan Belanda. Diantaranya pernah diputuskan akan mengadakan penyerbuan dan pengamokan kedalam benteng Belanda. Pengamokan itu akan dilakukan bersama2, serentak setelah sembahyang jum’at dimesjid Amuntai. Sayang rencana ini telah tercium oleh Belanda. Ia segera bertindak melakukan pembersihan dan banyak yang jatuh korban peluru Belanda.
Pada kesempatan lain penghulu Dulatip dan Jalaludin beserta berpuluh2 orang Haji bersumpah bersama2 akan menyerbu dan mengamok benteng Belanda, menyerang Fisabilillah. Waktu dan tugas penyerbuan masing2 telah ditetapkan. Tiba2 sebelum waktu yang ditentukan Penghulu Dulatip dan Jalaludin mendapat undangan pihak Belanda. Mereka diundang dengan alasan untuk memperbincangkan masalah perbaikan Mesjid. Tetapi betapa terkejutnya kedua pemimpin itu ketika mereka hendak pulang, mereka hendak ditangkap. Mereka melakukan perlawanan dengan sengit, tetapi akhirnya ditangkap dan dibelenggu.

Ini peristiwa mengesankan ( menurutku , jangan dilewatkan ).

Salah satu peristiwa penting, adalah apa yang dilancarkan oleh seorang pemimpin barisan sabil adalah Haji Abdullah, tinggal di sungai Malang. Dibawah pimpinan beliau telah beberapa kali diadakan serangan2 terhadap patroli2 Belanda didaerah Sungai Banar dan Jarang Kuantan. Didalam suatu pertempuran pencegatan patroli Belanda, Haji Abdullah kena tembak dipahanya. Oleh anak buah Haji Abdullah, beliau diangkut pulang kekampung sungai Malang, yang letaknya tidak jauh dari Candi Agung.
Asisten Residen Van Oijen yang mengetahui hal ini, pada tanggal 15 September 1860 mengirim 3 peleton tentaranya sebanyak 60 orang ke sungai Malang. Ketiga peleton yang dikirim oleh Van Oijen itu dipimpin oleh opsir2 Belanda yang terkenal keberaniannya dan berpengalaman. Yaitu Letnan Van Emde, Letnan Verspyck dan Van der Wijck. Pemimpin utama dari pasukan Belanda ini Van Emde memang terkenal keberaniannya dan kecerdikannya ketika bertenpur diKlua, Karangan Putih, Munggu Dayor dll. Pagi2 buta ia telah memimpin pasukannya meninggalkan pusat kota Amuntai menuju Sungai Malang. Mereka tidak mempergunakan tambur dan terompet, tetapi mereka dengan sembunyi2 mengendap merayap melalui sawah2 dan belukar menuju sungai Malang. Semula anak buah Van Emde tidak mengetahui tujuan perjalanan itu, tetapi mereka dapat meraba bahwa mereka sedang dikerahkan melakukan operasi penting dan berbahaya. Mereka memang telah maklum betapa berbahanya menghadapi rakyat yang telah bertekad mati sabil menghadapi tentara penjajah.
Apabila pasukan Van Emde datang dikampung Sungai Malang disekitar jam 8 pagi, mereka disongsong oleh Haji Yusip dan Singat. Keduanya anak Haji Abdullah. Selain dari pada Haji Yusip dan Singat terdapat pula punakawan2 yang semua lengkap bersenjata tombak parang bungkul dan bahkan 2 orang diantaranya menyandang senapan.

Didalam pertemuan yang tegang, Van Emde menerangkan bahwa ia ingin bertemu Haji Abdullah. Katanya ia mendapat perintah dari Asisten Residen Van Oijen, yang mendengar bahwa Haji Abdullah sakit, ingin membantu pengobatan Haji Abdullah. Haji Abdullah hendak dibawa ke Amuntai dan di Amuntai akan tinggal dirumah regent Danu Raja, agar dokter dapat membantu mengobatinya, karena untuk dokter datang pulang balik ke kampung sungai Malang, jaraknya adalah terlalu jauh.
Anak2 Haji Abdullah tahu benar, bahwa ini hanyalah tipu muslihat dari pihak Belanda yang hendak menyergap Haji Abdullah. Ini lebih Jelas lagi bagi anak buah Haji Abdullah ketika melihat tentara Belanda itu berpencar mengepung kampung Sungai Malang, yang dipusatkan pada 3 buah rumah.
Setelah sampai didepan rumah Haji Abdullah, kelihatan Van Emde memberikan perintah kepada Letnan Verspyck mengepung disebelah kanan dan depan sedang Van der Wijck disuruh mengepung disebelah belakang dan sebelah kiri. Dikomandokan pula bahwa tidak diperkenankan seorang juapun lolos.
Melihat gelagat yang kurang baik itu, anak buah Haji Abdullah yang berada ditempat itu 19 orang dan empat orang wanita menjadi sadar bahaya mengancam. Merekapun bersiap dengan senjata masing2.
Dengan perantaraan seorang pegawai polisi, Van Emde menerangkan kepada Haji Abdullah keinginannya hendak membawa Haji Abdullah dan telah menyiapkan tanduan untuknya. Sesudah mengatakan hal itu kepada Haji Abdullah, Van Emde keluar keberanda rumah dan disini ia bertengkar dengan anak2 Haji Abdullah yang tidak menyetujui niatannya itu. Van Emde menerangkan bahwa anak2 Haji Abdullah dan Mat Natsir boleh ikut.
Pada ketika itu tampil Haji Yusip berkata menantang dengan lantang : “ baik,……boleh coba bawa !”. Sementara itu tampak Van Perspyck dan Van der Wijck merapatkan anak buahnya mengepung rumah itu.

Hening, semua diam. Tanduan dibawa kedalam oleh Van Emde dengan pedang terhunus ditangan berdiri diserambi depan bersama 15 orang tentaranya yang siap dengan senapan ditangan.Ketika tanduan yang untuk membawa Haji Abdullah dibawa kedepan dan setelah bercakap sepatah dua patah kata dengan Haji Yusip, maka Haji Abdullah mengucapkan ;” Fi Sabilillah, Subhanallah Allahu Akbar “.
Serempak kesembilan belas orang anak dan pengikut Haji Abdullah mencabut keris dan menghunus parang bungkul dan secara kilat langsung menyerang tentara Belanda yang mengepungnya, mengelilinginya. Perkelahian dahsyat terjadi. Terjadi tikam menikam, tembak menembak, parang memarang, bergulat bergumul. Pada permulaan Van Emde telah diserang dengan timpasan dikepala. Ia menangkis dengan tangan kirinya dan luka terkulai. Ia diserang lagi oleh dua orang anak buah Haji Abdullah, dan ketika itu Van Emde mendapat bantuan dari letnan Verscpyk. Verscpyk terguling bergulat dengan salah seorang Haji, dan Verscpyk dibantu oleh anak buahnya. Van Emde menderita 7 luka2 dan diantaranya 2 buah peluru menembus badannya. Terakhir Van Emde masih diserang dengan tusukan keris dan ia tersungkur bergulat dengan seorang Haji. Haji ini kemudian ditikam dengan bayonet oleh seorang serdadu.
Tidak semua ke 60 orang tentara Belanda itu turut bertempur diantaranya ada yang bersembunyi dan melarikan diri. Tetapi karena Haji Abdullah yang sakit itu dengan 19 orang pengikutnya harus menghadapi lawan yang jumlahnya lebih besar dan pihak lawan ini lengkap pula bersenjata dengan senapan dan bayonet terhunus, maka pertempuran yang memuncak ,tikam menikam dan tembak menembak itu berakhir dengan jatuh tewas sebagai Pahlawan, keduapuluh orang pihak Haji Abdullah. Bukan sampai disitu saja empat orang wanita yang tadinya dikurung dan dijaga oleh tentara Belanda, bangkit pula keluar mendobrak pintu dengan bersenjata keris dan parang. Mereka menyerang tentara yang menjaganya dan penjaga itu mati dengan berlumuran darah dengan 17 mata luka. Wanita2 itu terus menyerang dan pihak tentara Belanda yang menaruh dendam atas kematian kawan2nya, mengerubuti dan menghabisi jiwa keempat wanita srikandi yang gagah berani itu. Keempat Pahlawan itu adalah :
1. Aisyah
2. Hadijah
3. Kalimah
4. Bulan.
Demikianlah didalam pertempuran itu hancur lebur puputan fisabilillah 24 orang putera/putri Banjar. Mereka berjuang untuk menentang penjajah. Mereka juga berhasil membunuh 5 orang Belanda dan berpuluh2 orang lainnya luka berat. Diantara yang mati tewas itu terdapat pemimpin pasukan Letnan Van Emde, sedang yang terluka terdapat kepala Peleton letnan Verscpyk. Pihak Belanda sangat berkabung dengan meninggalnya Van Emde, seorang tokoh besar dikalangan “Indische legion”.
Didalam pertempuran di sungai Malang yang bersejarah ini terdapat nama-nama: Haji Abdullah, Haji Yusip, Mat Nasir dan 20 orang Pahlawan lainnya, diantaranya 4 orang Srikandi Bangsa, yang namanya semua layak gerangan untuk menghias sejarah.

Al-Fatihah lagi buat beliau-beliau………Amin

Rabu, 26 September 2012

Pertempuran di Jatoh

ilustrasi lukisan perang

Pertempuran di Jatoh. (dikutip lagi dari “ Perang Banjar “ H.Gt. Mayur)
Jatoh atau Jatoh adalah sebuah desa di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Kalsel, sekitar 7 kilometer dr kota Barabai. 

Pertempuran di Alai bukan saja di Peniti Biru dan Kria Wijaya Bepintu, tetapi juga di Ilong, Manyabar, Paya Kecil, Hampang, Jatoh dll.
Di Jatoh terbentuk satu kelompok militan terdiri dari kurang lebih 200 orang yang tekun beribadah dan siap melakukan Perang Sabil.
Pada tgl 5 Desember 1861 daerah ini diserang pasukan Belanda dibawah pimpinan Van der Heyden, Koch dan opsir lainnya. Karena jalan ke Jatoh mendatar saja, Belanda dengan mudah membawa meriamnya.

Ketika pasukan kavaleri dan infanteri Belanda itu tiba di Jatoh, dengan tiba2 saja ia langsung berhadapan dengan pasukan Beratib Beramal yang keluar menyusup dari kebun lada. Tampilnya sekonyong-konyong. Pasukan ini dipimpin oleh Penghulu Muda. Ia berjubah Kuning dan bersorban putih. Dengan tidak gentar pasukannya menuju kebarisan Belanda, yg telah siap dengan meriamnya. Ketika jaraknya sudah tidak seberapa lagi, Van Der Heyden memerintahkan : “ Tembak ! “.
Beberapa orang jatuh tergelimpang, tetapi rombongan bergelombang maju terus. Ketika jarak tinggal beberapa meter, setelah meriam diisi terdengar lagi komando Van Der Heyden memerintah supaya menembak serempak.

Sungguh sangat menakjubkan ! Meriam dan Bedil tidak berbunyi. Juga pistol Van Der Heyden bisu.
Kesempatan ini dipergunakan oleh anggota2 pasukan Beratib Beramal melancarkan serangan menombak penembak meriam, opsir Van Halderen dan anggota2 tentara Belanda yang berada didekatnya, didepannya. Penembak meriam jatuh, Van Halderen luka dan beberapa orang lainnya dari tentara Belanda jatuh bergelimpangan.

Pemimpin Penghulu Muda yang berbaju kuning berrsorban putih dengan gesit menembak komandan Van Der Heyden. Ujung tombak telah didada, tetapi ia ditolong oleh opsir Koch menangkis dengan pedang. Van der Heyden terhindar dari tombak itu, tetapi Koch tewas menggeletak oleh tusukan keris dan tombak. (Van Der Heyden ini diangkat menjadi Gubernur dan Letnan Jendral komandan tentara di Aceh).

Didalam pertempuran selanjutnya pasukan Beratib beramal berpusat di sekitar Mesjid sedang pasukan Belanda di rumah pembekal.
Belanda tidak menyerang lagi. Karena masih menunggu datangnya bantuan dari Barabai. Kesempatan ini dipergunakan oleh Penghulu Muda berpencar-pencar.
Didalam suatu kesempatan lain mereka telah dapat lagi mengadakan pukulan2 kepada tentara Belanda dan opsir Van Der Halderen juga tewas dalam pertempuran didaerah Jatoh pada tanggal 26 Desember.

https://www.facebook.com/notes/pangeran-yusufillah-al-banjari/dahsyatnya-perang-sabil-urang-banjar/247296402306

Selasa, 25 September 2012

Panser Terapung / Kotta Mara


Kesultanan banjar , Pangeran Hidayatullah
sumber lukisan KITLV

Lukisan Perahu Kotta-mara (panser terapung).
Lukisan berbicara banyak tentang keberanian Urang Banjar.

Kolonel Andressen setibanya di Banjarmasin dikirimi surat tantangan oleh Pembekal Sulil untuk bertempur didalam bulan juni 1859 di Sungai Besaran ataukah bulan depan bertempur di Banjarmasin.
Akhirnya tantangan diterima Andressen dengan mengirim komando2 perang yaitu : Bichon, Letnan Laut Cliff
ord dan de Haas.


Sayang dalam pertempuran itu persenjataan tidak seimbang karena melawan meriam, panah melawan bedil. Pertempuran diair tidak menguntungkan, namun ketika dilanjutkan didaratan penakawan2 Pembekal Sulil bersama Juragan Kaut gelar Raden Anom Mas dengan anak buahnya menerobos ke benteng pertahanan Belanda, berhasil menewaskan banyak lawannya dan bahkan diantaranya dapat menembak mati Komandan Bichon.


Sementara itu kapal Boni yang dikirim Belanda ke Tanah laut untuk merebut kambali Benteng tembok Tabanio yang diduduki anak buah Demang Lehman telah di gempur juga. Sehingga 9 orang tentara Belanda dan anak buah kapal Boni jatuh tewas dan akhirnya pasuka Belanda dibawah pimpinan letnan Cronenthal terpaksa mundur dengan kekalahan !!!
Tidak lama berselang Kolonel Andressen dipecat.

Pangeran Aminullah

Pangeran Aminullah, Pangeran Hidayatullah
Sumber foto KITLV


PANGERAN AMINULLAH

Beliau sebagai Ahli strategi perang Kesultanan Banjar, pernah menjadi sekretaris pribadi dan wazir (juru tulis) Sultan Adam Al-watsiqubillah.

Sebelum perang berkecamuk Pangeran Aminullah mengirimkan utusan dan mengadakan surat menyurat dengan tokoh2 suku Banjar yang berada di Kalimantan Barat, diantaranya ada surat yang jatuh ketangan Belanda. Surat itu berbunyi untuk mengunda
ng pulang tokoh2 urang Banjar untuk ikut serta didalam perang sabil, sehingga menggoncangkan pemerintah Belanda di Batavia.surat2 dibuat pada september 1858.

Beliau sangat cerdik dan mempunyai bermacam-macam akal dan cara untuk mengecoh dan mengelabui pihak Belanda. Didalam perang Banjar ini, ia oleh pihak Belanda dikatakan sebagai salah seorang Jenderal dari Sultan Hidayatullah.Ia mempunyai otak yang cemerlang, yang banyak ikut menentukan siasat perang Banjar.Pihak belanda sangat kewalahan dengan Strategi Perang yang diterapkannya dan selalu mendampingi Sultan Hidayatullah.

Belanda sempat terkecoh juga ketika beliau mendampingi Sultan Tamjidillah (Sultan boneka yang diangkat Belanda) dimana mereka berdua berperan sebagai spionase untuk Kesultanan Banjar.

Setelah terbongkar bahwa mereka berdua berpihak kepada Sultan Hidayatullah, maka Sultan Tamjidillah ditangkap dan dibuang ke Buitenzorg (Bogor) dan Pangeran Aminullah bergabung dengan Sultan Hidayatullah berperang melawan Belanda.

Al-Fatihah buat sidin.....Bismillahirrahmannirrahim..........amiiiin....

Hancur dan tenggelamnya kapal perang Onrust



sumber lukisan >> wikipedia netherland.

Tumenggung Surapati pernah menjadi sahabat membantu Belanda dalam perdagangan, beliau bahkan pernah pada tahun 1857 (thn dimana Sultan Adam meninggal) menjamu dengan megah dan ramah Civiel-gezaghebber dan komandan militer marabahan, akan tetapi setelah disadarinya Belanda hendak menancapkan 
kuku abadi penjajahan maka ia menjauhkan diri dari Belanda dan ikut turun perang Jihad Fisabilillah dibawah pimpinan Sultan Hidayatullah.


26 Desember 1859 Tumenggung Surapati dengan sebuah perahu besar yg diiringi beberapa perahu kecil tidak beratap, menghadiri undangan komandan kapal perang onrust , Beliau naik kekapal bersama 15 orang pengiring yg terdiri dari keluarga dan punakawan beliau. Perahu2 itu berlabuh diarah hulu kapal .Surapati disambut Letnan Bangert yg pernah tahun 1857 menjadi tamu Surapati. Bersama 4 orang anak dan menantunya Surapati masuk kedalam anjungan kapal yg disengaja disediakan untuk berunding , sepuluh orang punakawan beliau diterima oleh opsir diruangan atas.


Didalam perundingan itu Belanda mengajak Surapati agar dapat membantu Belanda menangkap Panglima2 Perang Sultan Hidayatullah, diantaranya Pangeran Antasari yg telah menjadi salah satu pimpinan perang didaerah Tanah Dusun dan telah menjadi saudara dimana anak beliau menikah dengan cucu Pangeran Antasari. Belanda tidak mengira bahwa Tumenggung Surapati merupakan Panglima Perang Tanah Dusun pula. Perundingan ini memberikan janji hadiah dan bahkan kepadanya diperlihatkan surat keputusan pengangkatan sebagai Pangeran.


Komandan Van Der Velde mengantarkan Surapati melihat2 meriam , sedang anak2 Surapati yg mengikuti perundingan diajak oleh Letnan Bangert. Pemuda2, anak dan menantu Surapati yg mengikuti perundingan merasa curiga !!,mereka telah mendapat kesimpulan betapa kelicikan dan kelicinan Belanda, hendak mengadu mereka dengan saudaranya sendiri , devide et impera, politik mengadu domba !!


Pemuda2 itu tidak dapat bersabar lagi ,setibanya Gusti Lias dengan perahu disisi kapal. Ibon anak Surapati menghunus mandaunya dan sambil berteriak memberi tanda amuk, memarangkan mandau itu kepada Bangert yang seketika itu juga jatuh bergelimpang. Mendengar teriakan Ibon ini, cepat laksana kilat Surapati menghunus juga mandaunya dan pertarungan terjadi dengan Van Der Velde , Van Der Velde tidak lama menjadi mayat. Opsir2 tentara dan anak buah kapal dikepung oleh anak buah Tumenggung Surapati dan terkurung didalam ruangan kapal. Dari perahu2 dan dari daratan berlompatan ank buah Surapati. Perkelahian terjadi. Opsir2 bertempur dengan mempergunakan senjata api diantaranya ada pula yang terjun keair ,merek dengan mudah dibinasakan atau mati lemas.


Semua opsir, tentara dan anak buah kapal yg jumlahnya sekitar 93 orang yg terlibat didalam perkelahian akhirnya ditewaskan dan ikut tenggelam bersama kapal onrust, 43 orang anak buah kapal dan 50 orang tentara Belanda. Sebelum ditenggelamkan Tumenggung Surapati melepas meriam2 dan menyita persenjataan untuk kemudian dipakai untuk peperangan berikutnya....

Pertempuran Gunung Madang

gunung madang , Pangeran Hidayatullah , Sultan Adam
sumber lukisan KITLV

PERTEMPURAN DIGUNUNG MADANG

Sebagai telah dikemukakan, sesudah bulan Muharram,kegiatan perlawanan melawan dan menggempur Belanda sangat meningkat. Dari selatan ke utara membentang nyala api pertempuran2 ;


a. Di Tanah Laut, perlawanan terutama untuk menyerang Benteng Batu Tongko dibawah pimpinan Haji Buyasin dengan kawan2.

b. Di Martapura dibawah pimpinan Pangeran Muda dan kawan2

c. Di Pengaron dibawah pimpinan Haji Sambas

d. Di Benua Amandit dibawah Demang Leman
e. Di Benua Alai dibawah Hidayat
f. Di Balangan dibawah Jalil
g. Di Tabalong dibawah Antasari.

Baik Hidayat, maupun Antasari dan Demang Leman, selalu menjelajah seluruh daerah pertempuran , kadang bersama2, kadang berpisah2.
Hidayat dan Demang Leman meminta kepada Temenggung Antaluddin supaya meminta memimpin mendirikan benteng pertahanan di gunung Madang. Letaknya benteng ini sangat strategis disebuah bukit yang tingginya k.l. 50 meter. Belum lagi benteng ini selesai seluruhnya, rupanya pihak Belanda telah mencium bau.

Pada tanggal 3 September 1860 telah datang patroli Belanda dari Amawang melalui kampung Karang Jawa dan Ambarai menuju kaki gunung (bukit) Madang.Segera pihak Belanda melihat benteng yang terdapat dipuncak bukit itu.Betapakah terkejutnya, baru saja mereka berada dikaki bukit itu, mereka telah disambut dengan tembakan bedil, dan 4 serdadu bangsa Belanda kena tembak jatuh tergelimpang. Pihak Belanda mencoba mendaki bukit itu, tetapi mereka dapat dipukul mundur, pasukan Belanda yang banyaknya k.l. 30 orang terpaksa kembali ke Amawang membawa korban2.

Keesokan harinya datang lagi pasukan infanteri Belanda dari batalyon 13 dengan membawa senjata mortir. Mereka membawa pula beberapa puluh perantaian (kettinggangers) dengan maksud menghancurkan dan meratakan benteng itu seluruhnya.Ketika pasukan infanteri Belanda sampai di kaki Gunung Madang, mereka telah disambut dengan tembakan dari dalam benteng. Tentara Belanda melemparkan 3 buah granat, tetapi ternyata bisu, tidak meletus. Didalam benteng ini juga beberapa orang suku Bugis dan beberapa orang perantaian yang melarikan diri kepada pasukan Temenggung Antaluddin dan Demang Leman.

Betapa terkejutnya pemimpin pasukan Belanda Letnan De Brauw dan sersan De Vries, ketika dari benteng itu meneriaki namanya De Brauw dan De Vries. Dan terkejutnya lebih besar lagi ketika ia menaiki Bukit Madang untuk menyerbu benteng itu , ia hanya diikuti oleh anggota2 pasukannya yang berbangsa Eropa, sedang anak buahnya Inlander (suku Bumiputera) membangkang tidak ikut serta. Letnan De Brauw kena tembak dipahanya dan 9 orang tentara Belanda bangsa Eropa lainnya jatuh bergelimpangan. Walaupun bala bantuan dari Amawang datang lagi bertambah, tetapi mereka tidak berani lagi melakukan penyerbuan menaiki gunung itu lagi pada hari itu.


Setelah pertempuran pada tanggal 3 dan 4 September itu, Belanda tidak berani lagi mendaki Gunung Madang. Kapten Koch menunggu datangnya bala bantuan dari Banjarmasin dan Amuntai. Barulah setelah terkumpul beberapa ratus tentaranya, mereka datang lagi pada tgl 13 September 1860 menyerbu Gunung Madang. Tentaranya yg beratus2 orang banyaknya itu membawa pula meriam dan mortir. Penembakan dengan meriam dan mortir dilakukan dari jarak 60 meter. Penyerangan kali ini dibawah pimpinan Kapten Koch dan ia memerintahkan menyerbu dari Utara dan Selatan. Penyerbuan ini mendapat perlawanan yang hebat dari anak buah Antaluddin dan bekas tentara Belanda suku Bugis, dan setelah roda meriamnya juga hancur, maka kapten koch memerintahkan tentaranya mundur dan kemudian kembali ke Amawang dan ini adalah kali ketiganya kegagalan dari pihak Belanda menggempur benteng Madang.



Kegagalan penyerbuan ini membesarkan semangat perlawanan dari pihak Rakyat Banjar. Namun pihak Hidayat mengetahui benar, bahwa pihak Belanda tentu akan melakukan lagi serangan besar2an terhadap benteng Gunung Madang ini. Maka oleh sebab itu dilakukan pula persiapan2 strategis untuk menghadapi serangan itu.


Berita kegagalan2 penggempuran berulang2 itu telah sampai di Banjarmasin. Mayor Verspyck dengan segera mengirimkan tambahan pasukan infanteri dari batalyon 13 dibawah pimpinan Mayor Schuak. Mendengar tentara Belanda yang berbangsa Indoesia ingkar untuk bertempur, maka hal ini menimbulkan murkanya, dan mereka itu diajukan kedepan pengadilan perang. Demikianlah anggota tentara dibawah Schuak itu hampir seluruhnya terdiri dari orang Eropa. Memang pada ketika itu telah lebih dari 1000 orang diturunkan bertempur didaerah Banjar, diantaranya 91 orang opsir. Pasukan Schuak dikirim dari Banjarmasin menuju Gunung Madang via Amawang datang dengan kapal.

Demikianlah pada tanggal 18 September 1860, untuk keempat kalinya, kelihatan lagi datang pasukan tentara Belanda.Pemimpin tentara Belanda di Amawang Kapten Koch ikut didalam penyerangan di benteng Gunung Madang pada hari itu yang ternyata hari nahasnya. Demang Leman dan Antaluddin dengan gagah berani memimpin pertahanan Gunung Madang. Belanda membawa sebuah houwitser, sebuah meriam berat dan mortir. Belanda menyerang dari jarak 120 meter dengan memuntahkan peluru2 meriam. Tentaranya 50 orang diperintahkan menyerbu dari sebelah kanan dan sekian itu pula dari kiri. Dari depan dan belakang meriam telah siap 100 orang untuk bertempur berhadap2an, dan selain dari pada itu tersedia lagi tentara cadangan. Menjelang jam 11 siang, anak buah Demang Leman, dengan gigih mulai membidik tentara2 Belanda yang datang itu. 

Letnan Verspyck yang berani mencoba mendekati benteng itu dengan anak buahnya dari sebelah kanan, terguling kena tembak oleh anak buah Temenggung Antaluddin. Setelah pasukan dari samping gagal, dan terpaksa kembali keinduk pasukannya, kapten Koch memerintahkan memajukan barisan meriamnya. Dengan jitu sebuah peluru dari benteng yang ditembakkan Suku Bugis yang ada dibenteng itu mengenai penembak meriam itu, dan ia jatuh tersungkur. Kapten Koch memerintahkan barisan artileri menembaki benteng itu dan ia sendiri menampilkan diri untuk menyaksikan hasil penembakan meriam terhadap benteng itu. Dan pada kesempatan ini pulalah melayang sebuah peluru dari benteng itu yang menembus dada Kapten Koch, pemimpin bala tentara Belanda didaerah Amandit, dan ia tewas pada ketika itu juga. Kedengaran pada ketika itu sorak-sorai dari dalam benteng.

Setelah tewas kapten Koch, pimpinan tentara Belanda menjadi gugup, kocar-kacir dan kemudian mengundurkan diri kembali ke Amawang, dengan sedih menggotong korban2.

Beberapa hari setelah kematian kapten Koch itu, benteng Gunung Madang tidak mendapat gangguan dari pihak Belanda. Kesempatan ini dipergunakan untuk mempersiapkan menyambut penggempuran yang ke lima ini. Demang Leman mendapat kabar dari penakawannya, bahwa Amawang telah mendapat lagi bala bantuan dari darat dan juga ada yang datang dengan kapal. Untuk menghadapi serangan hebat itu, Demang Leman dan Temenggung Antaluddin bermusyawarah dengan pemimpin2 anak buahnya. Pada ketika itu diambil keputusan mengambil siasat akan mengadakan pukulan hebat terakhir dan kemudian sebagian demi sebagian isi benteng akan keluar meninggalkan benteng.

Benarlah pada tanggal 22 September 1860, datanglah kelompok2 pasukan tentara Belanda bergelombang2 menuju kearah benteng Madang. Kali ini mereka tidak terus mengadakan penyerbuan tapi mereka lebih dulu mendirikan bevak2/kemah2 dan dijaga dengan ketat. Tampak betul pihak Belanda bersiap untuk mengepung benteng gunung Madang itu dengan perhitungan jangka panjang.

Sebaliknya baru saja pasukan yang dipimpin Schuak itu datang, mereka telah disambut dengan tembakan2 dari benteng. Pihak Belanda sendiri rupanya pada hari pertama itu hanya ingin menitik beratkan didalam persiapan menyusun meriam2 dan mortirnya. Barulah pada keesokan harinya mereka mulai menembakkan meriam2nya memuntahkan tidak kurang dari 50 buah peluru dan melemparkan tidak kurang dari 30 granat . Yang mengherankan Belanda adalah sebagian daripada granat itu tidak meledak . Pada hari itu tembak menembak sangat gemuruh. Tampak betapa banyaknya tentara Belanda yang jatuh bergelimpangan, diantaranya adapula opsir2nya.Pihak Belanda mencoba memperkecil lingkarannya mengepung benteng itu menjelang malam hari.

Tetapi betapa terkejutnya mereka, ketika disekitar jam 11 malam, pasukan Demang Leman dan Antaluddin tiba2 mengadakan serangan besar2an dengan menggunakan lila dan senapan. Tembakan yang terus menerus dengan gencarnya ini memuncak disekitar jam 3 subuh dengan serangan2 serempak. Pasukan Belanda saat itu menjadi kucar-kacir dan mundur. Kesempatan inilah dipergunakan Demang Leman dan Temenggung Antaluddin meninggalkan benteng itu, sedang untuk mengelabui pihak Belanda, dari benteng itu terus menerus dilakukan penembakan sampai jam setengah lima subuh.

Dan betapa kecele (kecewa) Belanda ketika mereka dengan merangkak sampai diatas benteng jam 5 subuh, benteng itu telah kosong, hanya ada tinggal bangkai seorang prajurit. Belanda sangat kecewa, karena untuk merebut benteng itu banyak korban dipihaknya termasuk beberapa opsir, ya bahkan seorang dari padanya adalah pemimpin balatentara Belanda daerah Amandit. Sedang benteng ini barulah dapat direbutnya setelah empat kali kekalahan memalukan, dengan banyak kerugian materil, moril personil.

Pasukan Demang Leman dan Temenggung Antaluddin pada malam itu dengan cerdik dapat memperdaya kepungan Belanda dan seperti direncanakan kemudian bergabung dengan kekuatan pasukan Banjar yang berada disebelah utara antaranya Batu Mandi. Diantaranya ada pula pasukan2 kecil yang sengaja berpisah dari induk pasukan, masuk menyeludup kedaerah2 yang telah diduduki Belanda dan selanjutnya didaerah itu kemudian mengadakan serangan2. Rombongan yang dipimpin oleh Kiai Cakra Wati berangkat menuju Pamaton. Kiai Cakra Wati adalah pemimpin wanita yang ikut bertempur dimana-mana dengan berpakaian laki-laki dan sangat tangkas berpacu kuda. Biasanya ia diapit oleh beberapa penakawan wanita pula. Salah satu pasukan yang sengaja memisahkan diri dibawah pimpinan Lurah Mira telah menggempur kampung yang kepalanya berpihak kepada Belanda didalam pertempuran di Gunung Madang. Setelah berhasil melakukan tugas mengadakan pukulan hebat kepada lawan, Lurah Mira dan kawan2nya jatuh sebagai Pahlawan didalam suatu pertempuran.


Dikutip dari buku perang Banjar karangan H.Gusti Mayur S.H. hal 68


Minggu, 23 September 2012

Surat Wasiat Sultan Adam untuk Pangeran Hidayatullah dan keturunannya

Surat Wasiat Sultan Adam untuk Pangeran Hidayatullah dan keturunannya

Pangeran Hidayatulah , Kerajaan Banjar , Kesultanan Banjar
Surat Wasiat Sultan Adam Al-Watsiqubillah

Pangeran Hidayatullah , Kerajaan Banjar , Kesultanan Banjar
Surat Wasiat asli beserta Keris Abu Gagang

Surat Wasiat ini masih tersimpan baik, memiliki perjalanan sejarah yang panjang, dan mungkin tidak sembarang orang bisa memegangnya/menyimpannya. (Wallahualam bishawab)
Surat wasiat Sultan Adam ini intinya adalah pengaturan suksesi tahta Kesultanan Banjar kepada cucunya Pangeran Hidayatullah. Dibuat pada hari senin tanggal 12 Shafar 1259 H ( 14 Maret 1843 M ), 14 tahun sebelum Sultan Adam Wafat (usia Pr Hidayat ~ 21 thn). Sesuatu yang menjadi perhatian dan keganjilan (mungkin kelebihan Sultan Adam) adalah surat wasiat tersebut dibuat 9 tahun sebelum anak beliau, Sultan Muda Abdurrahman wafat ( wafat tahun 1852 ). Sultan Adam seperti mengetahui (wallahu`alam bishawab) kelak anaknya Sultan Muda Abdurrahman akan meninggal terlebih dahulu sebelum menjabat Sultan menggantikan dirinya, sehingga membuat Surat Wasiat itu kepada cucunya Pangeran Hidayatullah, tidak kepada anaknya.

Kenapa kepada cucunya ? saya kurang tahu pasti, yang pasti karena anak beliau Sultan Muda Abdurrahman wafat dan Pr. Hidayatullah adalah anak dari Sultan Muda Abdurrahman, kemungkinan terbesar cucunya tersebut memiliki perangai yang baik, dan kabar turun temurun bahwa Sultan Adam menaruh hormat terhadap Pr. Hidayatullah.

Agar tidak terjadi perselisihan, Sultan Adam dengan bijak segera membuat Surat Wasiat Suksesi Kesultanan Banjar sampai ke cucunya. Hal ini mencegah terjadi perebutan kekuasaan sesama anak-anak beliau maupun cucu-cucunya.
Sesudah Wafatnya Sultan Adam tahun1857 M , surat wasiat tersebut dibacakan oleh Mufti Kesultanan Banjar Haji Jamaluddin.

Maka di nobatkanlah Pr. Hidayatullah sebagai Sultan, Raja Banjar dengan gelar Al-sulthan Hidayatullah Al-watsiqubillah.

Sepeninggal Sultan Hidayatullah tahun 1904, surat wasiat ini kemudian dipegang oleh putra beliau Pr. Alibasyah,
kemudian oleh kakekku Pr. Sadibasyah dari thn 1930an-1975 (beliau sempat melegalisir keabsahan surat wasiat tersebut tahun 1974), dan selanjutnya oleh Ibunda Ratu Yus Roostianah Arma dari tahun 1975 - 2008 (disahkan dengan saksi dari adik-adiknya kakek dan putra - putrinya kakek).

Ini adalah alih aksara kedalam huruf latin dari surat wasiat. Surat wasiat ditulis dalam tulisan ArabMelayu/Arab Banjar. ( Lihat Foto Surat Wasiat )


Bismillahirrahmannirrahim

Asyhadualla illahhaillallah naik saksi aku tiada Tuhan lain yang disembah denngan se-benar2nya hanya Allah. Wa asyhaduanna Muhammaddarrasulullah naik saksi aku Nabi Muhammad itu se-benar2nya pesuruh Allah Ta'alla.

Dan kemudian dari pada itu aku menyaksikan kepada dua orang baik2 yang memegang hukum agama Islam yang pertama Mufti Haji Jamaluddin yang kedua pengulu Haji Mahmut serta aku adalah didalam tetap ibadahku dan sempurna ingatanku.

Maka adalah aku memberi kepada cucuku Andarun bernama Pangeran Hidayatullah suatu desa namanya Riyam Kanan maka adalah perwatasann tersebut dibawah ini , mulai di Muha Bincau terus di Teluk Sanggar dan Pamandian Walanda dan Jawa dan terus digunung Rungging terus digunung Kupang terus di gunung Rundam dan terus di Kepalamandin dan Padang Basar terus dipasiraman gunung Pamaton terus digunung Damar terus di Junggur dari Junggur terus di kala'an terus digunung Hakung dari Hakung terus digunung Baratus, itulah perwatasan yang didarat.

Adapun perwatasan yang di dipinggir sungai besar maka adalah yang tersebut dibawah ini, mulai diteluk Simarak terus diseberang Pakan Jati terus seberang Lok Tunggul terus seberang Danau Salak naik kedaratnya Batu Tiris terus Abirau terus di Padang Kancur dan Mandiwarah menyebalah gunung Tunggul Buta terus kepeda Pahalatan Riyam Kanan dan Riyam Kiwa dan tamunih yaitu Kusan.

Kemudian aku memberi keris namanya Abu Gagang kepada cucuku.

Kemudian lagi aku memberi suatu desa namanya Margasari dan Muhara Marampiyau dan terus di Pabaungan kahulunya Muhara Papandayan terus kepada desa Batang Kulur dan desa Balimau dan desa Rantau dan desa Banua Padang terus kahulunya Banua Tapin.
Demikianlah yang berikan kepada cucuku adanya.

Syahdan maka adalah pemberianku yang tersebut didalam surat kepada cucuku andarun Hidayatullah hingga turun temurun anak cucunya cucuku andarun Hidayatullah

serta barang siapa ada yang maharu biru maka yaitu aku tiada ridho dunia akhirat.

Kemudian aku memberi tahu kepada sekalian anak cucuku dan sekalian raja-raja yang lain dan sekalian hamba rakyatku semuanya mesti me-rajakan kepada cucuku andarun Hidayatullah ini buat ganti anakku Abdurrahman adanya.

Tertulis kepada hari Isnain tanggal 12 bulan Shaffar 1259
Syahid mufti Haji Jamaluddin, Syahid pengulu Haji Mahmut.

lihat tautan ini >>


Silsilah Sultan Hidayatullah Al-Watsiqubillah



Pangeran Hidayatulah , Kerajaan Banjar , Kesultanan Banjar

Pangeran Hidayatulah , Kerajaan Banjar , Kesultanan Banjar

Pangeran Hidayatulah , Kerajaan Banjar , Kesultanan Banjar


Keterangan Foto ; 
foto merupakan peninggalan asli yang masih terjaga.

  1. Pangeran Suryawinata beristrikan Puteri Junjung Buih
  2. Pangeran Arya Diwangsa 
  3. Raden Sukar Sungsang
  4. Raden Mentri gelar Ratu Anum
  5. Raden Tumenggung
  6. Pangeran Jaya Samudera atau Sultan Suriansyah
  7. Gusti Rahmat atau Sultan Hidayatullah
  8. Sultan Musta`inbillah atau Raden Kushil
  9. Sultan Sa`idullah
  10. Sultan Tahlilullah
  11. Sultan Tahmidbillah
  12. Puteri Lawiyah bersuamikan Pangeran Mangkubumi
  13. Sultan Sulaiman
  14. Sultan Adam Al-Wasiqubillah
  15. Sultan Muda Abdurrahman
  16. Sultan Hidayatullah Al-Watsiqubillah

 tercatat Raja/Sultan Banjar beberapa kali dipegang seorang wanita.

silsilah dapat dilihat juga di >>

Saat saat akhir Kesultanan Banjar dihapuskan (sementara)

Sultan Hidayatullah Al-Watsiqubillah
Menjadi Sultan berdasarkan Surat Wasiat Sultan Adam 

Foto dari halaman pertama buku “De Bandjermasinsche Krijg” van 1859-1863 Karangan W.A. van REES dengan tulisan dibawahnya “De Hoofoopstandeling” (“Kepala Pemberontak”).


Sekilas tentang Sultan Hidayatullah Al-watsiqubillah dalam Perang Banjar.

Pangeran Hidayatullah diangkat menjadi Sultan Banjar berdasarkan Surat Wasiat Kakek beliau Sultan Adam. Pengangkatan ini dilakukan karena ayah Pangeran Hidayatullah, Sultan Muda Abdurrahman wafat.

Lahir di Martapura pada tahun 1822 M, di-didik secara Islami dipesantren Dalam Pagar Kalampayan ( Didirikan oleh Syekh Muhammad Arsyad Al-banjari, salah seorang tokoh Agama Islam di Nusantara ) sehingga memiliki ilimu kepemimpinan serta keagamaan yang cukup tinggi untuk kemudian dipersiapkan menjadi Sultan.

Sebelum menjadi Sultan sempat menduduki jabatan sebagai Mangkubumi kesultanan pada tahun 1855 M. Pada saat itu jabatan Mangkubumi diangkat oleh Kolonial Belanda dengan persetujuan Sultan Adam. Dengan menduduki jabatan tersebut maka Pangeran Hidayatullah bisa lebih memahami & menyelami kondisi Kesultanan maupun rakyat Banjar, serta mengetahui kekuatan dan kelemahan kolonial Belanda (spionase), hal tersebut sangat berguna untuk persiapan perang.

Akibat campur tangan berulang-ulang pihak Belanda dalam pemerintahan Kesultanan, pemaksaan monopoli perdagangan, konsesi-konsesi pertambangan yang sepihak, serta kuatnya misi kaum nasrani ( Zending ) yang masuk kedalam benua banjar dengan dukungan tentara Hindia Belanda, maka mengakibatkan kebencian rakyat yang sangat mendalam. Perselisihan-persilisihan itu telah sangat lama terjadi, semenjak Kesultanan dipimpin oleh Sultan Suriansyah (~ 1600 M). Kebencian yang tak dapat lagi didiamkan, harus di tuntaskan, Sultan dan Rakyat bersatu untuk mengadakan perang Jihad Fisabilillah.

Sebelum dan ketika perang Sultan mengangkat beberapa Panglima perang karena luasnya areal medan pertempuran. Dari sebelah barat, Kesultanan Sambas, Sampit, Sangau, Kotawaringin, Pagatan bahkan jauh ke timur Kesultanan Pasir maupun Kesultanan Kutai dll. Dipersiapkan oleh Pangeran Hidayatullah sebagai areal perang maupun penyokong Perang Banjar .

Beberapa kutipan dari buku-buku karya Hindia Belanda.

“ Hidayat telah merencanakan dan mempersiapkan pemberontakan yang kemudian akan meluas diseluruh kerajaan “.

“ ..... Loera housin telah menerima dari Hidayat batu permata untuk menghasut penduduk daerah itu melawan gubernemen “.

“ ..... Hidayat sebulan yang lalu berada di gunung Batu Tiris telah mengadakan rapat akbar yang dihadiri para kepala “.

“ ..... seorang bernama Doelmatalip di Nagara telah menerima sepucuk surat dari Hidayat guna memanggil rakyat untuk melakukan perang Sabil “. (De Bandjermasinsche Krijg hal 14,20,31 & 71)

Pengangkatan salah satu pimpinan perangnya seperti berikut ;

“ Surat Seruan Pangeran Hidajatoellah ;

Dengan ini saya menganugrahkan kepada seorang rakyat bernama Gamar gelar Tumenggung Cakra Yuda dan dengan ini pula memperkenankan kepadanya melakukan Perang Sabilullah untuk menegakkan kejayaan agama dan ajaran Nabi Muhammad Rasululloh SAW.

Selanjutnya saya memaklumkan, bahwa pengangkatan ini tidak dapat diubah lagi, sehingga dengan demikian Tuan dapat mengadakan musyawarah atau persetujuan dengan Mufti Muhammad Cholid (mufti gubernemen ), Mufti Abdul Jalil, Pangulu Machmud ( pengulu gubernemen Martapura ), Tuan Chalifah Idjra-ie ( bertugas melakukan penyumpahan para saksi di Mahkamah Militer di Martapura ), semua haji yang di Dalam Pagar ( tempat tinggal para ulama ) dan yang ada di mana-mana dan semua kepala didalam perang ini disamping semua penduduk kampung, baik lelaki maupun perempuan, yang masih terikat kepada Al Khaliq dan Rasulnya.

Bilamana ada diantara mereka yang tidak memperhatikan atau ada yang menentang peraturan yang telah saya keluarkan, maka saya memperkenankan kepada Tuan untuk menghukumnya sampai mati dengan jalan dipancung kepalanya dan menghancurkan harta bendanya.

Dalam hal Tuan tidak melaksanakan kemauan saya ini dengan seksama dan tidak memperhatikan semua perintah yang telah saya keluarkan dengan persetujuan orang tua saya , maka Tuan dan seluruh keturunan Tuan selama lamanya akan terkutuk.

Saya memohon semoga Yang Maha Kuasa akan memperkenankan harapan saya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dan dari Dayak Dari, Dayak Dusun (Tanah Dusun) dan Dayak Biajau menyerang dan menghancurkan Martapura. Oleh karena yang disebut diatas masih orang kafir (belum Islam) maka akan merupakan suatu kebajikan apabila mereka ikut menghancurkan musuh-musuh Nabi .

Surat ditulis Pangeran Hidajatoellah tanggal 22 Jumadil Awal 1277 / 10 Desember 1860 ditandatanganinya dan juga oleh Pangeran Wira Kusumah (masing-masing cap dan Pangeran Hidajatoellah dengan cap Sulthan).

Surat itu diperlihatkan oleh Gamar kepada Resident ketika ia ditangkap oleh Belanda"
(De Bandjarmasinsche Krijg halaman 162 & 163) .

Setelah Pengangkatan-pengangkatan dan persiapan-persiapan yang matang maka dikobarkanlah Perang Banjar pada tanggal 28 April 1859 dengan semboyan Beatip Beamal Fisabilillah secara serempak.

Jalannya peperangan terekam dalam beberapa tulisan berikut;

“ Sambil bertandak dan berdoa mereka menerobos sampai 10 langkah dari carre` ( formasi tempur berbentuk persegi empat ); meriam houwitser diisi lagi. “Tembak !!” , kedengaran dari mulut komandan, akan tetapi baik pipa houwitser maupun beberapa bedil macet. Beberapa orang musuh sekarang datang melalui houwitser masuk kedalam carre’: dengan pemimpinnya yang berpakaian kuning di muka sekali. Kopral Smit mendapat tusukan tombak pada saat akan memasang lagi isian bedil; van Halderen mendapat dua sabetan klewang yang mematikan pada saat akan memasang lagi pipa yang baru. Pistol kepunyaan van der Heijden juga macet, ketika ia akan menembak kepala penyerbu itu. Kepala yang gagah berani ini telah menerjangnya dan akan menekankan ujung tombak ke dadanya. Koch segera melompat, menangkis dengan pedang tusukan itu, akan tetapi ia sendiri terpanggang tusukan tombak dan keris, dan jatuh tersungkur”. (De Bandjermasinsche Krijg hal. 205)

“ Tentara (Hindia Belanda) telah mempertahankan kehormatan namanya, banyak perwira dan prajurit telah menunjukan keluarbiasaanya, banyak yang mengucurkan darahnya, banyak yang mengorbankan nyawanya.

Celakanya, terlalu sering !

Barisan menjadi tipis, rumah-rumah sakit dan kapal-kapal pengangkut diisi penuh prajurit yang kelelahan karena perang.

Terlalu sering kita ini wajib mengganti pasukan, dan menggantikannya dengan yang baru, yang didatangkan dari Jawa; bahkan demikian seringnya, sehingga kita dalam melukiskan jalannya peperangan segera berhenti memuat semua mutasi !!!”.
(De Bandjermasinsche Krijg hal. 395 )

Perang yang tidak berkesudahan, kekalahan yang terus menerus, kematian prajurit maupun pimpinan tentara Hindia Belanda yang tiada henti, sungguh membuat bingung, lelah dan frustasi, sehingga dipersiapkanlah cara-cara yang sangat keji dan licik. Sebuah tipu muslihat yang sangat tidak pantas dipersiapkan untuk memperoleh suatu kemenangan dalam peperangan.

Penipuan itu dimulai dengan ditangkapnya Ratu Siti , Ibunda Sultan Hidayatullah, kemudian Pihak Belanda menulis surat atas nama Ratu Siti kepada Sultan, agar mengunjungi beliau sebelum dihukum gantung oleh Pihak Belanda. Surat tersebut tertera cap Ratu Siti…, padahal semua itu hanya rekayasa & tipuan tanpa pernah Ratu Siti membuat surat tersebut. Ketika bertemu dengan Ibunda Ratu Siti ditangkaplah Sultan Hidayatullah dan diasingkan ke Cianjur. Penangkapannya dilukiskan pihak belanda :

“ Pada tanggal 3 Maret 1862 diberangkatkan ke Pulau Jawa dengan kapal perang ‘Sri Baginda Maharaja Bali’ seorang Raja dalam keadaan sial yang dirasakannya menghujat dalam, menusuk kalbu karena terjerat tipu daya. Seorang Raja yang pantas dikasihani daripada dibenci dan dibalas dendam, karena dia telah terperosok menjadi korban fitnah dan kelicikan yang keji setelah selama tiga tahun menentang kekuasaan kita (Hindia Belanda) dengan perang yang berkat kewibawaanya berlangsung gigih, tegar dan dahsyat mengerikan. Dialah Mangkubumi Kesultanan Banjarmasin yang oleh rakyat dalam keadaan huru-hara dinobatkan menjadi Raja Kesultanan yang sekarang telah dihapuskan (oleh kerajaan Hindia Belanda), bahkan dia sendiri dinyatakan sebagai seorang buronan dengan harga f 1000,- diatas kepalanya.

Hanya karena keberanian, keuletan angkatan darat dan laut (Hindia Belanda) dia berhasil dipojokan dan terpaksa tunduk.

Itulah dia yang namanya :

Pangeran Hidajat Oellah

Anak resmi Sultan muda Abdul Rachman dst, dst, dst….. “.

( Buku Expedities tegen de versteking van Pangeran Antasarie, gelegen aan de Montallatrivier. Karya J.M.C.E. Le Rutte halaman 10).

Dengan penangkapan Sultan ini maka berakhirlah peperangan besar yang terjadi, peperangan yang terjadi berikutnya dilukiskan oleh tentara Hindia Belanda sebagai pemberontakan-pemberontakan kecil.

“Dengan Hidayat, pengganti sah dari Sultan Adam, rakyat yang memberontak itu kehilangan tonggak penunjangnya; dengan Hidayat, pemimpin Agama, para pemimpin agama kehilangan senjata yang paling ampuh untuk menghasut rakyat; oleh kepergian Hidayat, hilanglah semua khayalan untuk memulihkan kembali kebesaran dan kekuasaan Kerajaan Banjar, dengan kepergian Hidayat maka pemberontakan memasuki tahap terakhir”
(De Bandjermasinsche krijg hal. 280)

“Dengan Hidayat hilanglah semua khayalan, hasrat suci yang berlebihan, pendorong semangat dan penyebab dari perang ini”
(De Bandjermasinsche Krijg hal. 342)


https://www.facebook.com/photo.php?fbid=102280803135261&set=a.148141711882503.23234.100000600241183&type=3&theater